Asahan, - Polda Sumut didesak segera menetapkan tersangka kasus pemalsuan sertifikat diduga libatkan oknum mantan Kepala BPN Asahan Fachrul Husin.
Desakan itu disampaikan Sutanto melalui kuasa hukumnya Johansen Simanihuruk SH kepada wartawan, Sabtu (29/11/2025). "Kita minta penyidik Polda Sumut yang menangani perkara laporan dugaan pemalsuan dokumen (sertifikat tanah) yang sudah tahap penyidikan agar menetapkan tersangka,"ujar Simanihuruk.
Menurut Simanihuruk, tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak menetapkan tersangka atas laporan kliennya. Sebab terjadinya pemalsuan sertifikat itu dilakukan karena adanya persekongkolan antara pelapor Julianty bersama suaminya So Huan dengan oknum mantan Kepala BPN Asahan Fachrul Husin dan oknum Kepala Desa Asahan Mati Zebriadi Sibarani serta Kepala Dusun, Dusun V Desa Asahan Mati.
Adapun peran para pelaku pemalsuan sertifikat ini adalah sebagai berikut, Julianty pada tanggal 29 Februari 2024 membuat surat pernyataan bahwa sertifikat SHM No 74 tidak bersengketa agar permohonan pemecahan sertifikat SHM No 74 disetujui BPN Asahan. Surat pernyataan tidak bersengketa yang ditandatangani Julianty itu juga terdapat tandatangan Kades Asahan Mati Zebriadi Sibarani disertai cap stempel resmi Pemerintah Desa Asahan Mati.
Sedangkan suami Julianty, So Huan turut serta membantu agar permohonan itu disetujui BPN Asahan dan akhirnya Kepala BPN Asahan Fachrul Husin menyetujui pemecahan sertifikat SHM No 74 menjadi empat sertifikat.
"Tidak ada alasan dilakukannya pemecahan sertifikat No 74 kecuali ada putusan pengadilan yang memerintahkan boleh dipecah atau balik nama. Kuat dugaan telah terjadi gratifikasi yang masuk ke kantong oknum mantan Kepala BPN Asahan sehingga menyetujui pemecahan sertifikat tersebut. Sama halnya dengan Kades Asahan Mati patut diduga menerima imbalan menggiurkan sehingga berani menyatakan tidak bersengketa,"kata Simanihuruk.
Julianty, So Huan, Kepala BPN Asahan Fachrul Husin dan Kades Asahan Mati Zebriadi Sibarani secara terang terangan melawan putusan Pengadilan yang melarang pemecahan dan balik nama sertifikat SHM No 74.
"Secara terang terangan mereka telah bersekongkol melawan putusan pengadilan, karena Julianty merupakan tergugat 2, So Huan tergugat 1 dan Kepala BPN Asahan Fachrul Husin tergugat 5 dalam kasus perdata dengan objek perkara sertifikat SHM No 74.
Julianty, So Huan dan Kepala BPN Asahan pasti telah menerima salinan putusan pengadilan sehingga mengetahui larangan pemecahan dan balik nama. Sebab pemecahan sertifikat itu terjadi pada tahun 2024, sedangkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai dan putusan Pengadilan Tinggi Medan ditetapkan di tahun 2023 silam.
Meski Kades Desa Asahan Mati Zebriadi Sibarani tidak termasuk tergugat, tapi Zebriadi mengetahui adanya permasalahn sengketa terhadap lahan dengan sertifikat SHM No 74, karena Zebriadi hadir pada saat petugas Pengadilan Negeri Tanjungbalai sidang lapangan dan pemasangan plang informasi di lokasi objek perkara.
Untuk itu Simanihuruk meminta penyidik Polda Sumut segera menetapkan Julianty, So Huan, Fachrul Husin dan Zebriadi Sibarani sebagai tersangka dugaan pemalsuan dokumen atau sertifikat atas laporan kliennya Sutanto. "Terutama kepada Kepala BPN Asahan Fachrul Husin dan Kades Asahan Mati Zebriadi Sibarani yang merupakan pejabat negara telah melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan dan jabatannya merugikan masyarakat seperti yang terjadi terhadap klien saya Sutanto,"terangnya.
Senada diungkapkan praktisi hukum Rakerhut Situmorang SH bahwa laporan pemalsuan sertifikat ini sudah cukup bukti dan saksi untuk menentukan status tersangka. "Alat bukti dan saksi sudah lengkap, penyidik wajib segera menetapkan tersangka dan jebloskan ke penjara,",tegas Situmorang.
Diketahui saat ini kasus gugatan dengan objek perkara sertifikat SHM No 74 berlokasi di Asahan Mati telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana putusan Mahkamah Agung yang menyatakan sertifikat SHM No 74 adalah sah milik Sutanto dan Tjin tjin. Bahkan pada Oktober 2025 telah terbit putusan PK yang menyatakan menolak permohonan pemohon So Huan.
Reporter : Nia Saragih.


























