![]() |
Ket: Alwinda Manao – Dosen Universitas Nias Raya |
Dari sisi ekonomi, berbagai penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, semakin besar kontribusinya terhadap kesejahteraan keluarga. Studi di Kalimantan menemukan bahwa perempuan berpendidikan menengah ke atas cenderung memiliki penghasilan lebih baik dan lebih berdaya dalam mengambil keputusan ekonomi rumah tangga. Hal ini sejalan dengan temuan Jurnal Ekonomi Pembangunan yang menegaskan bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah perempuan berhubungan langsung dengan penurunan angka kemiskinan di tingkat daerah. Pendidikan perempuan, dengan kata lain, adalah investasi ekonomi yang berkelanjutan.
Dampaknya juga terasa pada aspek sosial dan kesehatan. Sejumlah riset di Indonesia memperlihatkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung mampu membuat keputusan yang lebih baik terkait gizi, imunisasi, dan kesehatan anak. Hasil studi dari Indonesian Journal of Nutrition and Health (2022) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan signifikan dengan penurunan kasus stunting dan wasting pada balita. Selain itu, perempuan berpendidikan juga cenderung menikah di usia yang lebih matang, memiliki keluarga kecil yang lebih sejahtera, dan menjadi agen penting dalam membangun kesadaran kesehatan masyarakat.
Pendidikan juga berperan penting dalam memperkuat kesetaraan gender. Di Lampung, penelitian oleh Area International Journal mencatat bahwa semakin tinggi pendidikan perempuan, semakin besar partisipasinya dalam politik lokal dan pengambilan keputusan publik. Di Bandung, studi serupa yang dimuat dalam Bappenas Journal menunjukkan bahwa pendidikan mampu mengikis stereotip gender dan mendorong pandangan yang lebih setara terhadap peran sosial laki-laki dan perempuan. Pendidikan, dengan demikian, tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membebaskan.
Namun, di balik semua kemajuan itu, tantangan masih ada. Di banyak wilayah Indonesia, terutama di daerah terpencil, akses perempuan terhadap pendidikan bermutu masih terbatas. Hambatan budaya dan norma patriarki masih membayangi, membatasi pilihan perempuan untuk melanjutkan studi atau berkarier di bidang tertentu seperti STEM dan vokasi. Kesenjangan ini bukan hanya soal akses, tetapi juga kualitas dan kesempatan.
Pemerintah dan masyarakat perlu melihat pendidikan perempuan sebagai prioritas strategis. Kurikulum harus ramah gender dan membuka ruang bagi perempuan untuk menjelajahi bidang apa pun tanpa batasan stereotip. Investasi publik dalam pendidikan perempuan bukan sekadar “isu perempuan”, melainkan investasi peradaban.
“Karena ketika seorang perempuan berpendidikan, manfaatnya tidak berhenti pada dirinya. Ia menetes ke anak-anaknya, ke komunitasnya, dan pada akhirnya — ke masa depan bangsa”.