DELISERDANG - Fenomena janggal terungkap di tubuh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Deli Serdang. Sekitar 70 tenaga honorer diduga masih menerima gaji rutin setiap bulan, meskipun Surat Keputusan (SK) pengangkatan mereka telah berakhir sejak Desember 2024. Ironisnya, hingga kini tidak ada SK baru yang diterbitkan sebagai dasar hukum pembayaran gaji tersebut.
Temuan ini diungkap oleh Tim Investigasi Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO Indonesia) DPD Deli Serdang. Mereka mencurigai adanya penyalahgunaan wewenang serta potensi tindak pidana korupsi dalam proses pembayaran gaji kepada tenaga honorer tanpa landasan hukum yang sah.
Ketika dikonfirmasi pada Jumat (25/7/2025), Kasubbag Umum BPBD berinisial R mengaku tidak mengetahui bentuk maupun keberadaan SK tersebut.
“Saya tidak tahu SK-nya karena itu urusan atasan saya. Saya hanya menunggu perintah. Tapi akan saya konfirmasi ke atasan, atau silakan datang Senin pagi untuk bertemu langsung dengan Sekban,” ujarnya.
Namun, saat tim IWO kembali datang pada Senin (28/7/2025), Pelaksana Tugas (Plt.) Sekban berinisial A menyampaikan bahwa SK honorer memang tidak lagi diterbitkan, merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 65.
“Berdasarkan edaran itu, kami tidak memperpanjang SK honorer. Kalau tidak puas, silakan langsung konfirmasi ke Kepala Badan,” imbuh R.
Tim investigasi lantas mencoba menemui Plt. Kepala BPBD berinisial ZA, yang juga menjabat sebagai Kepala Kesbangpol. Namun, pejabat terkait tidak pernah berada di tempat dan tidak merespons panggilan telepon maupun pesan WhatsApp selama dua hari berturut-turut.
Padahal, menurut aturan administrasi kepegawaian, SK merupakan dokumen resmi dan wajib sebagai dasar pengangkatan dan pembayaran gaji bagi tenaga honorer. Tanpa SK, pemberian gaji menjadi tidak sah dan berisiko melanggar hukum.
Pembayaran gaji tanpa dasar hukum dapat dikategorikan sebagai penyimpangan anggaran. Hal ini berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dugaan kuat, praktik ini dilakukan oleh Plt. Kepala BPBD.
IWO Indonesia juga mencatat bahwa di beberapa dinas lain di lingkungan Pemkab Deli Serdang, seluruh tenaga honorer telah memiliki SK resmi. Fakta ini menimbulkan dugaan adanya kepentingan tertentu yang menyebabkan SK di BPBD tidak diterbitkan, namun gaji tetap dibayarkan.
Tanpa adanya SK yang sah, pembayaran gaji kepada tenaga honorer di BPBD Deli Serdang tidak hanya mencerminkan kelalaian administratif, tetapi juga berpotensi sebagai pelanggaran hukum serius. IWO Indonesia mendesak aparat penegak hukum — termasuk Kejaksaan, Inspektorat Daerah, dan BPK — segera turun tangan mengusut kasus ini demi mencegah kebocoran anggaran dan menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
( Kartika SS )